Selasa, 30 Juni 2009

Kebutuhan Batubara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Sesuai harian Kompas 25 Juni 2009 halaman 17 tertulis bahwa saat ini total MW listrik (MWe) PLTU yang direncanakan baru mencapai 7.160 MWe yang terpetakan pada 10 lokasi dari 10.000 MWe yang direncanakan. Dari gambaran yang diberikan kapasitas terkecil adalah di Rembang 600 MWe (2 x 300MWe) dan terbesar di Pel Ratu adalah 1.050 MWe (3 x 350MWe).

Untuk itu perlu dilihat berapa besar kebutuhan batubara (coal) yang diperlukan untuk membangkitkan tenaga listrik sebesar itu. Sehingga perlu dilakukan simulasi terhadap jumlah kebutuhan energi batubara yang diperlukan. Simulasi ini tentunya didasarkan pada beberapa data teknis pendukung.

Data ini nantinya akan menunjukkan berapa keperluan batubara pada 7.160 MWe hingga saat ini dan pada 10.000 MWe yang direncanakan. Batubara sendiri telah memiliki beberapa variasi kandungan panas (heat content). Pada penjelasan ini akan ditunjukkan pada table.1 untuk beberapa jenis kandungan panas 3.000, 4.000, 5.000, dan 6.000 kcal/kg.

Tabel.1 Kebutuhan Batu Bara:

No. Variasi Kandungan Panas MWe MWe
kCal/kg 7.160 10.000
Ton/tahun Ton/tahun
1 3.000 35.300.000 49.300.000
2 4.000 26.500.000 37.000.000
3 5.000 21.200.000 29.600.000
4 6.000 17.700.000 24.700.000


Tabel menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan panas batubara yang dipergunakan maka makin kecil jumlah batubara yang diperlukan. Batubara berkalori rendah (Low Range Coal) memiliki kandungan panas 3.000 – 4.000 kCal/kg. Sehingga untuk kebutuhan 10.000 MWe akan membutuhkan batubara sebanyak 49.300.000 – 37.000.000 ton/tahun.

Di beberapa negara maju pasokan batubara telah dilakukan pencampuran (coal blending) untuk meningkatkan efisiensi dan kestabilan pasokan energi ke dalam tanur bakar.

Misalnya pasokan batubara yang diinginkan adalah 4.700 kcal/kg, maka akan diperlukan batubara sebanyak 31.500.000 ton/tahun dan dapat dilakukan dengan mencampur beberapa jenis batubara dengan 3.000, 4.000, 5.000, dan 6.000 kcal/kg dengan komposisi yang didasarkan atas neraca massa dan energinya.

Fasilitas coal blending juga dapat membantu pemantauan (monitoring) pemakaian batubara secara terukur. Dengan adanya pencampuran ini, pasokan menjadi lebih leluasa sehingga perolehan sumber batubara dari berbagai daerah seperti Kalimantan, Tanjung Enim, atau Sawah Lunto dapat dengan mudah dilakukan.

Pencampuran ini juga dapat menjaga konsistensi kandungan panas umpan (throughput) batubara dan menjamin kestabilan pasokan uap panas kedalam turbin pembangkit tenaga listrik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar